Selasa, 07 Februari 2017

Mainan Edukasi Pengenalan Huruf, Angka dan Berhitung (Produk Lokal)

mainan-edukasi-pengenalan-angka-hitung-semarang
Mainan Edukasi Pengenalan Angka dan Berhitung

Taraedutoys menyediakan mainan edukasi pengenalan huruf, angka dan berhitung PRODUK LOKAL MADE IN INDONESIA yang tepat bagi anak usia dini sehingga belajar membaca menjadi mudah dan menyenangkan  melalui sebuah permainan. Dengan cara ini proses belajar membaca menjadi sangat menyenangkan, anak tidak cepat bosan, mereka menikmati proses belajar sehingga hasilnya lebih optimal.

1. Balok 30 Alphabet dan Angka 


mainan-edukasi-pengenalan-huruf-angka-dan-berhitung-taraedutoys-mainan-edukasi-murah-di-kota-semarang-01

Terdiri dari 30 balok, disablon dengan digital printing huruf alfabet dan angka, tersedia kotak untuk menyusun dadu, terbuat dari bahan kayu pinus, triplek, cat non-toxic, finishing pernish, sablon LED UV. Panjang 18 cm, lebar 16 cm, tinggi 30 cm, berat 1 kg. Untuk usia 3-5 tahun, harga Rp. 155.000,- (seratus lima puluh lima ribu rupiah).

2. Balok 27 Alphabet dan Angka


mainan-edukasi-pengenalan-huruf-angka-dan-berhitung-taraedutoys-mainan-edukasi-murah-di-kota-semarang-02

Terdiri dari 27 balok, disablon dengan digital printing huruf alfabet dan angka, tersedia kotak untuk menyusun dadu, terbuat dari bahan kayu pinus, triplek, cat non-toxic, finishing pernish, sablon LED UV. Panjang 11 cm, lebar 11 cm, tinggi 11 cm, berat 0,8 kg. Untuk usia 3-5 tahun, harga Rp. 155.000,- (seratus lima puluh lima ribu rupiah).


3. Angka Digital 2 Digit


mainan-edukasi-pengenalan-huruf-angka-dan-berhitung-taraedutoys-mainan-edukasi-murah-di-kota-semarang-03

Terdiri dari kepingan-kepingan yang dapat disusun membentuk angka 0-99, sangat baik untuk belajar berhitung, melatih kreatifitas dan daya imajinasi anak. Bahan MDF, triplek, cat non-toxic. Panjang 25 cm, lebar 24 cm, tinggi 2 cm, berat 0,8 kg. Untuk usia 3-5 tahun, harga Rp. 75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah).


4. Alphabeth Berdiri Jerapah


mainan-edukasi-pengenalan-huruf-angka-dan-berhitung-taraedutoys-mainan-edukasi-murah-di-kota-semarang-04


Terdiri dari kepingan-kepingan kayu yang disablon huruf alphabeth, angka, dan gambar. Berbentuk menyerupai menara jerapah, disusun pada kayu yang dibingkai, bisa didirikan dan digunakan untuk mengajari anak mengenal huruf, angka dan gambar. Bahan dari kayu pinus, panjang 32,5 cm, lebar 22 cm, tinggi 10,5 cm, berat 2 kg. Untuk usia 3-5 tahun, harga Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).

Apabila Anda berminat silahkan memesan melalui:

SMS/WA: 082133185500
PIN BB: D0A88FEE

COD Kota Semarang.


Membaca adalah jendela dunia. Dengan media mainan edukasi yang tepat bagi anak usia dini, belajar membaca menjadi mudah dan menyenangkan. Anak-anak suka dengan permainan. Mereka belajar melalui permainan. Dengan cara ini proses belajar menjadi sangat menyenangkan, anak tidak cepat bosan, mereka menikmati proses belajar sehingga hasilnya lebih optimal.

Apakah anggapan bahwa anak akan bisa membaca sendiri jika sudah waktunya merupakan anggapan yang benar? Andai saja pernyataan yang mengatakan bahwa anak yang sudah siap belajar membaca akan bisa membaca dengan sendirinya (tanpa stimulus dan berlaku untuk semua jenis kecerdasan), tentu di dunia ini tidak akan ada yang buta huruf.

Tapi faktanya tidak seperti itu. Bahkan Indonesia termasuk negara yang angka buta hurufnya masih tinggi. Belajar membaca tidak sama dengan belajar berjalan atau merangkak, yang bisa terjadi secara alamiah dan jika masanya tiba maka pasti bisa. Membaca lebih mirip mengerjakan tugas Matematika yang memerlukan banyak latihan dan hanya dapat dikerjakan secara mudah jika anak sudah memiliki kemampuan menalar atau berfikir logis. Untuk mencapai tahap keahlian membaca, ataupun menjawab soal Matematika, diperlukan latihan.

KAPAN SEBAIKNYA MULAI BELAJAR MEMBACA?

Amerika dan Inggris adalah negara maju yang menerapkan calistung (baca, tulis, hitung) usia 4 tahun. Seperti yang dikutip dari surat kabar terkemuka Amerika, Huffingtonpost, “Banyak ahli literasi dari Amerika yang berpendapat bahwa anak usia 4 atau 5 tahun sudah harus distimulasi dengan beberapa ‘building block of reading’ seperti huruf dan bunyinya.

Sepuluh pakar anak dari Universitas bergengsi Amerika Serikat, dua diantaranya adalah Dr. Maryane Wolf (Director of Cognitive Neuroscience at Taft University) dan Dr. Nonie Lesaux a Child Development Expert at The Harvard University) berpendapat bahwa “membaca” hanya bisa dilakukan ketika otak anak sudah cukup berkembang. Para pakar ini berpendapat bahwa anak-anak rata-rata belum bisa diajari membaca sebelum mereka berusia 4 tahun.

Namun demikian, beberapa anak bisa memulai membaca ketika usianya 3 tahun dan sebagian ada yang berusia 2,5 tahun. Hanya saja, tidak berarti bahwa semua anak bisa membaca pada usia tersebut. Menurut riset, rata-rata anak bisa membaca pada usia 4 atau 5 tahun.

Menurut Profesor Linda Lavine dari Cortland State University, New York, hasil riset terhadap pemahaman simbol (huruf) anak usia 3 hingga 5 tahun ditemukan fakta sebagai berikut:
- Anak usia 3 tahun memahami simbol (huruf) 86 %
- Anak usia 4 tahun memahami simbol (huruf) 92 %
- Anak usia 5 tahun memahami simbol (huruf) 96 %

Bila ada anak berusia 6 tahun namun belum bisa membedakan nama-nama huruf dan susah menghafalkannya, maka perlu dilakukan pendekatan yang berbeda dalam mengajarinya. Semakin tinggi usia anak, maka semakin besar pula pemahamannya terhadap simbol. Jika anak mencapai usia 5 tahun dan belum mampu menyebutkan huruf-huruf dalam alphabet, masih bisa disebut wajar (normal) disebabkan pemahaman simbol anak di usia 5 tahun belum mencapai 100 %.

Para ahli berpendapat bahwa mempelajari apapun tidak masalah selama anak merasa senang. Jika anak-anak merasa bahagia selama mempelajari sesuatu, berapa pun usia mereka, maka mereka akan banyak menyerap ilmu. Namun jika anak merasa tertekan selama proses belajar, artinya proses pendekatan yang dilakukan tidak tepat.

TAHAPAN-TAHAPAN DALAM BELAJAR MEMBACA

Para pakar anak dari Universitas ternama di Amerika Serikat seperti Havard University, memiliki pendapat bahwa belajar membaca tidak dapat dilakukan sebelum otak anak itu cukup berkembang dengan sempurna. Menurut data statistik dan riset, minimal angka kesiapan bisa dimulai pada saat anak berusia 4 tahun. Namun, angka ini tidak berlaku universal. Artinya, tidak semua anak siap untuk membaca pada usia ini. Dari data statistik, masih detemukan angka sebesar 10% anak yang belum mampu memahami simbol atau huruf pada usia 4 tahun.

Rata-rata anak yang menunjukkan kesiapan merupakan anak-anak yang mempunyai kecerdasan logika Matematika tinggi. Salah satunya dicirikan pada kemampuan anak dalam memecahkan masalah yang terkait dengan kegiatan kognitif, membuat pola warna dan mengenal bentuk-bentuk bidang pada usia dini. Sebagian besar anak dengan kecerdasan logika tinggi mampu memahami pola warna dan menguasai seluruh warna komplek pada usia kurang dari 3 tahun.

Warna kompleks yang dimaksud yaitu warna hijau tua, hijau muda, coklat tua, coklat muda, jingga, abu-abu, dll. Dan juga mampu mengenali bentuk semua bidang datar seperti pesergi, segitiga, dll. Mengapa tahapan dalam belajar membaca harus seperti ini? Karena untuk memahami bentuk huruf yang mempunyai 26 bentuk dengan lekukan yang rumit tersebut memerlukan usaha ekstra dan kematangan otaknya.

Apabila bentuk bidang datar yang jauh lebih mudah saja anak sulit untuk menguasainya, maka jangan pernah mengharapkan anak mampu untuk mengingat nama huruf dan bentuknya. Karena itu menandakan bahwa otak anak belum siap. Huruf ataupun angka adalah sesuatu yang abstrak bagi anak-anak pada usia dini. Artinya, angka 3 bukanlah pisang atau mangga. Angka 3 adalah sebuah simbol yang mewakili definisi benda yang dijejerkan dalam bentuk tertentu.

Sehingga untuk memahami makna angka 3 ini, anak harus memahami konsep berhitung terlebih dahulu. Apabila anak belum bisa menguasai konsep berhitung, maka jangan berikan beban kepadanya dengan menghafal atau mengingat simbol, baik angka maupun huruf. Tahapan dalam belajar membaca tersebut apabila tidak dilakukan, cenderung menyebabkan anak-anak merasa kesulitan. Dan pada level tertentu apabila pengajarnya tidak sabar, maka anak-anak akan tertekan dan tidak bisa menikmati proses belajar yang dilakukan.

Itulah sebabnya, orang tua perlu untuk memahami tahapan-tahapannya. Persiapkan terlebih dahulu keterampilan yang perlu dikuasai anak untuk bisa membaca. Antara lain tes warna-warna kompleks (bukan hanya sekedar warna-warna dasar saja), bentuk bidang-bidang datar, konsep dalam berhitung, serta kemampuan menalar sebuah peristiwa, dll. Apabila semua tahapan ini masih lemah dan bulum dikasai oleh anak dengan baik, maka tundalah dahulu belajar hurufnya.

Huruf maupun angka adalah hal yang abstrak, maka diperlukan perlakukan yang khusus dalam tahapan pengenalannya. Dari beberapa pengamatan anak di sebuah TK yang memakai media buku belajar membaca, banyak sekali anak usia TK yang justru “kabur” ketika belajar menulis atau membaca di sekolahnya. Sebagian anak bersembunyi di arena permainan, dan sebagian lagi mogok dan hanya memandangi buku tanpa mau serius belajar. Bahkan anak dengan kecerdasan logika tinggi yang bisa menguasai atau menghafal huruf di usia dini, tidak begitu antusias untuk belajar membaca. Akibatnya, mereka cepat merasa lelah padahal baru membaca setengah halaman saja. Sebagian lagi, tidak mau membaca satu halaman penuh dan terlihat ngos-ngosan dalam menyelesaikannya.

Kenapa anak-anak cenderung bersikap demikian?

Huruf ataupun angka, keduanya adalah simbol yang menurut anak-anak usia dini yang otaknya belum cukup berkembang, adalah hal yang abstrak. Pemikiran ini mirip seperti pada remaja SMP atau SMA yang disuruh menghafalkan rumus Matematika atau Fisika. Semua rumus adalah hal yang abstrak yang mewakili sebuah kejadian alam. Misal, dalam rumus gaya dengan simbol huruf “F”, Anda akan menemukan banyak sekali simbol seperti huruf m yang mewakili massa benda serta huruf “a” yang mewakili percepatan pada benda.

Inilah yang disebut dengan simbol yang abstrak. Anak SMP atau SMA yang tidak pernah mempelajarinya pasti akan bingung apabila disodori simbol-simbol seperti para rumus Fisika Gaya. Bahkan, sekalipun sudah dijelaskan oleh guru di sekolah, anak-anak ini tetap saja merasa kesulitan dan nilainya sering kali jelek untuk mata pelajaran Matematika maupun Fisika (karena melibatkan sesuatu yang abstrak tadi, yaitu rumus). Analogi tersebut hampir sama dengan anak-anak TK yang dunianya adalah bermain dan otaknya masih dalam tahap berkembang. Melihat huruf ataupun angka bagi mereka adalah hal yang abstrak.

Itulah sebabnya, mengapa sebagian besar dari mereka kesulitan menghafal huruf ataupun simbol. Seperti kesulitan yang dialami oleh anak SMP yang diminta guru Matematikanya untuk menghafalkan rumus.

Segala sesuatu yang sifatnya abstrak itu mempunyai tingkat kesulitan yang tingi, sehingga diperlukan cara yang kreatif supaya anak-anak bisa mengasai materi abstrak dengan cara lebih mudah. Itulah salah satu yang menjadikan lahirnya mainan edukasi pengenalan huruf angka dan berhitung dan diharapkan mampu memetakan kesulitan anak-anak pada usia dini, supaya mereka bisa menerima materi abstrak dengan lebih mudah dan lebih menyenangkan.

MEDIA BELAJAR YANG BAGUS SELAIN MEMBUAT ANAK SUKA BELAJAR JUGA EFEKTIF MEMBUAT MEREKA MENYERAP MATERI DENGAN BAIK.

Berikut ini adalah tahapan dalam belajar membaca yang dibutuhkan anak untuk belajar huruf. Pada saat anak sudah menguasai semua warga (termasuk warna-warnya yang kompleks), juga pada bentuk bidang datar, konsep besar dan kecil, tinggi dan rendah, cukup dan tidak cukup, dll.

Anak-anak yang belum siap belajar simbol atau huruf, lalu orang tua “sedikit memaksa mereka” untuk mempelajarinya, maka mereka cenderung tidak mampu membedakan huruf dengan gambar (umumnya yang usianya 3 tahun ke bawah). Mari kita lakukan eksperimen berikut.

Anak-anak yang memiliki kesulitan membedakan warna dan bentuk, akan memiliki kesulitan pula membedakan huruf-huruf dalam alphabet. Dikarenakan alphabet melibatkan bentuk-bentuk yang kompleks, dengan nama-nama yang kompleks, yang tingkat kesulitannya di atas materi perihal warna (termasuk warna kompleks mirip hijau belia, hijau tua, dll) dan bentuk. Artinya, jika anak Anda masih kesulitan membedakan bentuk dan warna, maka tunda dulu mengajarkan materi simbol.

Umumnya anak-anak usia di bawah 4 tahun susah diajak gabung atau kerja sama. Tapi bila sang anak hanya ingin bermain mainan edukasi pengenalan huruf, angka dan berhitung ini, sebenarnya juga buka suatu masalah. Ikuti saja alur yang diminta. Inti dari metode mengajari anak membaca ialah benar-benar full “bersenang-senang dengan anak.” Jadi selama anak enjoy dengan apa yang dilakukannya, maka ikuti saja kemauannya.

Pada usia 0-6 tahun, jendela syaraf bahasa di otak belum tertutup sehingga memaksimalkan belajar bahasa sangat disarankan untuk orang tua. Agar perkembangan bahasanya makin pesat. Nah, gunakan momen itu untuk mengembangkan kemampuan bahasanya dengan cara bermain mainan edukasi ini.

#terimakasihgoogle

Tidak ada komentar:

Posting Komentar