Kelanjutan dari artikel: Membentuk Pribadi Super pada Anak
Sebagai sebuah ilustrasi, ketika dua orang teman lama bertemu secara kebetulan dalam sebuah acara, salah seorang dari mereka bercerita bahwa kedua anaknya sangat nakal dan liar. Susah diatur dan bandel. Selalu saja ada ulah yang merugikan orang lain. Bahkan, pihak sekolahpun sudah angkat tangan.
Sebagai sebuah ilustrasi, ketika dua orang teman lama bertemu secara kebetulan dalam sebuah acara, salah seorang dari mereka bercerita bahwa kedua anaknya sangat nakal dan liar. Susah diatur dan bandel. Selalu saja ada ulah yang merugikan orang lain. Bahkan, pihak sekolahpun sudah angkat tangan.
Awalnya, teman lamanya berpikir mungkin dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya di kantor sehingga tidak sempat mengurusi anak. Namun, ternyata dugaan itu salah. Sudah dua tahun belakangan dia resign dari tempat kerjanya. Profesinya sekarang adalah ibu rumah tangga murni. “Aku sempat konsultasi ke psikolog, tapi sama dia dibilangin kalau aku tuh kurang dekat secara emosional sama anakku. Padahal setiap hari aku mengurusinya”. Katanya sambil emosi. Saat itu teman lama yang diajak bercerita, memilih untuk menjadi pendengar yang baik, dan tidak berkata sepatah kata apapun.
Kebanyakan orangtua berlagak seperti
‘supervisor’ pada anaknya. Saat pulang kerja, pertanyaan bertubi-tubi
memberondong si anak. “Sudah belajar belum?”, “Tadi dapat nilai berapa di
sekolah? Sembilan atau sepuluh?”, “Ada PR nggak? Sudah dikerjakan?”, “Besok
ulangan apa?”, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang
diartikan sebagai ‘kedekatan’ oleh mereka. Padahal, justru anak akan merasa
bosan dengan pertanyaan yang sama setiap harinya. Jadi, jangan marah jika anak
Anda menjawabnya dengan malas, ogah-ogahan, atau tidak fokus dengan pertanyaan Anda.
Seorang ayah/ibu dikatakan berhasil dalam
mendidik anak jika ia tidak hanya mempunyai kedekatan secara fisik dengan sang
anak, tetapi juga kedekatan emosional. Justru kedekatan emosional lebih utama
dibandingkan dengan kedekatan fisik. Dengan kedekatan emosional, Anda akan
lebih mudah mengarahkan dan mendidik anak Anda. Bahkan, kedekatan emosional
adalah sebuah investasi yang sangat berharga. Dan, bagaimana cara menumbuhkan
kedekatan emosional?
Berusalahah mencari tahu apa yang anak Anda
rasakan. Ubah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan pertanyaan seperti misalnya,
“Hai Nak, bagaimana kabarmu hari ini? Menyenangkan nggak? Ada cerita apa hari
ini untuk bunda (ayah)?” Setelah anak Anda menanggapi pertanyaan-pertanyaan
Anda, tahan dulu segala komentar dan nasihat yang ingin Anda sampaikan padanya.
Cukup jadilah pendengar yang setia. Jika apa yang diceritakannya adalah positif
dan menyenangkan, tanggapi dengan ekspresi yang wajar sebagai wujud penghargaan
Anda, misalnya “Wah menyenangkan sekali. Ibu (ayah) ikut senang mendengarnya.
Selain itu apa lagi?”, dan seterusnya.
Jika yang disampaikannya kepada Anda adalah
keburukan (negatif), jangan langsung menghakiminya. Katakan bahwa Anda sedih
mendengarnya dan ceritakan bahwa Andapun pernah mengalaminya. Jika anak Anda
mau mendengarkan, maka ceritakanlah pengalaman Anda tanpa bermaksud menggurui.
Setelah itu, cobalah untuk memeluknya karena hal ini akan memberikan energi
positif bagi anak Anda.
Hal yang perlu Anda perhatikan adalah ketika
mendengarkan anak Anda bercerita atau mengungkapkan perasaanya, pastikan bahwa
Anda tidak melakukan apa pun. Tatap matanya dan dengarkan dengan penuh
perhatian. Jika ada telepon dan itu bisa ditunda, cobalah untuk tidak
menanggapinya terlebih dahulu jika memang Anda memandang anak lebih penting.
Dalam hati terdalam seorang anak, ia ingin dinomorsatukan oleh kedua
orangtuanya.
Kelanjutan artikel: Membentuk Pribadi Super pada Anak: Cerdas Spiritual
Kelanjutan artikel: Membentuk Pribadi Super pada Anak: Cerdas Spiritual
#terimakasihgoogle
Tidak ada komentar:
Posting Komentar