Kelanjutan dari artikel: Membentuk Pribadi Super pada Anak: Cerdas Spiritual
Sebuah peraturan, sebagus apa pun itu pasti dibutuhkan kedisiplinan yang tinggi untuk melakukannya. Kita semua mengetahui “membuat aturan itu jauh lebih mudah daripada menjalankannya”. Nah, masalahnya mendisiplinkan anak tidaklah semudah membalikkan telapan tangan. Sebagai contoh, bayangkan bahwa Anda sudah membuat kesepakatan dengan anak Anda bahwa pukul 18.30-20.00 malam adalah waktunya belajar. Kebetulan, jam-jam tersebut adalah jam kepulangan Anda dari kantor. Apa yang Anda lakukan jika pada saat Anda membuka pintu rumah (dan jam-jam itu adalah waktu belajar), Anda mendapati anak Anda masih asyik bermain game? Marah, berteriak, atau mengatakan hal-hal yang sudah umum para orangtua katakan, seperti kalimat “Matikan gamenya sekarang, masuk kamar dan belajar!” Meskipun para psikolog tidak membenarkan cara seperti itu, toh kebanyakan orangtua melakukannya.
Sebuah peraturan, sebagus apa pun itu pasti dibutuhkan kedisiplinan yang tinggi untuk melakukannya. Kita semua mengetahui “membuat aturan itu jauh lebih mudah daripada menjalankannya”. Nah, masalahnya mendisiplinkan anak tidaklah semudah membalikkan telapan tangan. Sebagai contoh, bayangkan bahwa Anda sudah membuat kesepakatan dengan anak Anda bahwa pukul 18.30-20.00 malam adalah waktunya belajar. Kebetulan, jam-jam tersebut adalah jam kepulangan Anda dari kantor. Apa yang Anda lakukan jika pada saat Anda membuka pintu rumah (dan jam-jam itu adalah waktu belajar), Anda mendapati anak Anda masih asyik bermain game? Marah, berteriak, atau mengatakan hal-hal yang sudah umum para orangtua katakan, seperti kalimat “Matikan gamenya sekarang, masuk kamar dan belajar!” Meskipun para psikolog tidak membenarkan cara seperti itu, toh kebanyakan orangtua melakukannya.
Dalam dunia yang ideal, orangtua seharusnya mempunyai kesabaran, toleransi, pengertian, fleksibilitas dan energi yang tidak terbatas dalam membimbing anak. Namun, tak ada gading yang tak retak. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Terkadang seorang ibu atau ayah harus belajar seumur hidupnya untuk menjadi pendidik (orangtua) yang baik.
Di bawah ini beberapa kesalahan yang sering
dilakukan orangtua dalam mendisiplinkan anaknya:
Membentak dan berteriak
Membentak bagi kebanyakan orangtua mungkin
merupakan cara yang paling efektif untuk membuat anak menurut. Namun, anak yang
sering mendapat bentakan akan belajar bicara dengan nada serupa. Anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang kasar, suka membentak, dan berteriak sama seperti
apa yang diterimanya selama ini. Cobalah untuk bertanya pada diri Anda sendiri
dan jawablah dengan jujur, sukakah Anda dibentak. Semua orang tidak suka
dibentak. Ketika Anda marah, usahakan jangan bertindak apa-apa dulu, ambil
nafas dan berusahalah untuk tetap tenang dan diam. Lebih baik Anda menyimpan
teriakan Anda hanya untuk keadaan darurat.
Jika Anda terlalu sering berteriak dan
membentak, selain membuang energi, dampak lainnya adalah anak Anda menjadi
kebal dengan teriakan dan bentakan Anda. Jika Anda menginginkan sesuatu pada
anak Anda, sebaiknya gunakan bahasa yang halus agar anak Anda merasa bahwa Anda
sangat menyayangi dan menghargainya.
Memukul
Kekerasan fisik selalu menjadi sajian berita
setiap harinya. Bahkan, banyak nyawa anak yang melayang hanya gara-gara sebuah
pukulan (kekerasan fisik) yang dilakukan orangtuanya. Ironisnya, para orangtua
dengan santainya bertameng dengan kalimat basa-basi seperti dalam sebuah
sinetron ‘ini untuk mendisiplinkan anak saya’. Sebuah penelitian menyimpulkan
bahwa hukuman fisik memiliki ‘manfaat’, yaitu anak akan mematuhi perintah
orangtua untuk sementara itu. Namun dalam jangka panjang, resiko menjadi
semakin besar, seperti anak menjadi cenderung kasar (agresif) dan sangat
mungkin anak akan suka dengan tindakan kejahatan/anti sosial kelak.
Di Jepang, telah dibuktikan bahwa jika anak
dibesarkan dengan hukuman fisik, terlihat keterlambatan pada kata-kata dan
perkembangan sosialnya.
Mengomel
Omelan sering muncul dari mulut orangtua yang
mencoba tetap sabar. Mereka tidak ingin marah, tetapi berusaha menuntut anak
melakukan perintahnya. Lebih baik, Anda memberi batasan waktu, beri peringatan
jika anak membandel, dan berikan hukuman jika anak tidak mengerjakan apa yang
menjadi tugasnya. Misalnya, tidak boleh bermain sebelum belajar, dan
sebagainya.
Menggurui
Banyak orangtua selalu mendominasi
pembicaraan saat berkomunikasi dengan anak. Padahal, kebanyakan orang tidak
begitu tertarik mendengar pembicaraan satu arah, tanpa interaksi dan diskusi.
Menggurui anak kadang tidak menunjukkan permasalahan sebenarnya. Misalnya, anak
yang malas mengerjakan PR malah diceramahi tentang pentinganya pendidikan,
bukan tentang kegunaan mengerjakan PR dan sebagainya.
Memaksa
Memaksa merupakan bentuk tekanan fisik agar
anak menurut. Sebagai contoh bentuk pemaksaan kepada anak adalah menyeret anak
ke meja belajar dan mengawasinya dengan ketat.
Pelabelan yang Negatif
Tanpa sadar, orangtua sering meremehkan atau
membuat malu anak. Tindakan ini dapat membuatnya kurang percaya diri dan merasa
tidak aman. Contohnya, “Kamu memang anak bodoh! Pemalas! Makanya kamu selalu
mendapatkan nilai jelek di sekolah!” Berhati-hatilah dengan kata-kata Anda,
karena sangat mungkin anak Anda akan merekam semua omongan Anda dan mengatakan
yang serupa kepada Anda atau teman-temannya. Usahakan selalu memberi peringatan
positif. Memberi cap, gelar, atau panggilan buruk berdampak tidak baik bagi
anak.
Beberapa kesalahan di atas rasanya sudah
menjadi rahasia umum di kalangan orangtua. Bahkan, hampir semua orangtua
melakukannya! Fakta membuktikan bahwa cara-cara seperti itu ternyata tidak
efektif. Banyak anak yang meresponnya dengan sangat negatif, seperti pura-pura
tidak mendengar dan melawan.
Proses mendisiplinkan anak memang bukan
perkara mudah, apalagi jika usia anak sudah menginjak remaja atau dewasa.
Biasanya anak pada usia ini (remaja/dewasa) baru mau mengerti dan memahami jika
sudah merasakan akibat dari ketidakdisiplinannya tersebut. Sikap disiplin harus
ditanamkan sejak dini. Apa tujuannya? Perilaku anak terbentuk karena kebiasaan,
harapannya, kebiasaan yang sudah ditanamkan sejak dini akan mengakar sampai
dewasa.
Mendisiplinkan anak dengan cara yang baik
akan menumbuhkan rasa hormat. Selain itu, rasa kesanggupan akan terbangun dalam
diri anak karena mereka belajar mengasah bagaimana memanage diri sendiri.
Mereka bangga pada diri mereka jika mereka dengan senang hati menyetujui apa
yang kita inginkan dibandingkan jika mereka diteriaki atau dipaksa untuk taat
kepada orangtua.
Saat anak Anda melakukan tindakan yang tidak
dapat dimaafkan, pertama-tama yang harus Anda lakukan adalah “memberi
petunjuk”. Artinya, lakukan kontak mata dengan anak Anda, lalu dengan suara
yang tegas dan tenang, berilah petunjuk tindakan yang Anda ingin dia lakukan.
Misalnya, jika anak membuang makan siangnya, hentikan anak, tatap matanya, lalu
dengan suara yang tenang dan tegas, berilah petunjuk, “Nak, ayo makan. Kuenya
enak lho...” poinnya adalah jangan mengatakan tidak boleh membuang makanan.
Bukannya mengatakan tindakan yang tidak ingin dilakukan, melainkan katakanlah
tindakan yang Anda ingin dia lakukan. Mengapa demikian? Jika Anda mengatakan
tindakan yang tidak ingin dia lakukan, ada kemungkinan, anak-anak karena ingin
diperhatikan, sengaja melakukan tindakan yang dilarang itu.
Hal yang perlu Anda perhatikan juga adalah
pada saat memberikan petunjuk, jangan menggunakan pertanyaan atau saran
seperti, “Bagaimana kalau kamu berbuat....? atau “Bukankah lebih baik kalau
kamu berbuat....?” Sampaikanlah dengan ringkas dan tegas, “Lakukan ....” atau,
“Ayo....”.
Selain itu, jangan memberikan petunjuk
tiba-tiba. Lebih baik memberikan instruksi setelah sebelumnya memberikan
peringatan. Dengan tiba-tiba berkata, “Cepat kerjakan!”, lebih baik Anda
mengatakan, “Bagaimana jika sebentar lagi kamu kerjakan?” Ingatkan dulu tentang
janji kepada si anak itu sendiri. Katakan, “Dari pukul berapa mengerjakan PR?
Ya, betul, pukul 7 ya. Tinggal sepuluh menit lagi ya.” Setelah memberikan
peringatan tentang kapan harus dimulai pekerjaannya, berikan petunjuk tegas,
“Karena sudah pukul tujuh, kerjakan PR sekarang!”.
Jika anak Anda mematuhi perintah Anda,
berilah ia pujian yang selayaknya. Jika tidak mematuhi, ulangi petunjuk yang
sama. Jika diberikan petunjuk yang sama pun ia tidak mematuhi, acuhkan dulu
sementara, dan tunggulah. Jika selama didiamkan anak Anda mulai mengerjakan,
segera berikan pujian. Jika selama didiamkan dia tidak mengerjakan, lakukan
langkah berikutnya, misalnya dengan mengirimkan dalam time out (waktu jeda).
Kelanjutan artikel: Membentuk Pribadi Super pada Anak: Time Out dan Grounded
#terimakasihgoogle
Tidak ada komentar:
Posting Komentar