Rabu, 01 Februari 2017

Mainan Edukasi ABACA Flashcard, Sejarah dan Filosofi Penemuannya (Bagian 2)



KAPAN SEBAIKNYA MULAI BELAJAR MEMBACA DAN BERHITUNG (CALISTUNG)?

Sepuluh pakar anak dari Universitas bergengsi Amerika Serikat, dua diantaranya adalah Dr. Maryane Wolf (Director of Cognitive Neuroscience at Taft University) dan Dr. Nonie Lesaux a Child Development Expert at The Harvard University) berpendapat bahwa “membaca” hanya bisa dilakukan ketika otak anak sudah cukup berkembang. Para pakar ini berpendapat bahwa anak-anak rata-rata belum bisa diajari membaca sebelum mereka berusia 4 tahun.

Namun demikian, beberapa anak bisa memulai membaca ketika usianya 3 tahun dan sebagian ada yang berusia 2,5 tahun. Hanya saja, tidak berarti bahwa semua anak bisa membaca pada usia tersebut. Menurut riset, rata-rata anak bisa membaca pada usia 4 atau 5 tahun.

Menurut Profesor Linda Lavine dari Cortland State University, New York, hasil riset terhadap pemahaman simbol (huruf) anak usia 3 hingga 5 tahun dtemukan fakta sebagai berikut:

- Anak usia 3 tahun memahami simbol (huruf) 86 %
- Anak usia 4 tahun memahami simbol (huruf) 92 %
- Anak usia 5 tahun memahami simbol (huruf) 96 %

Bila ada anak berusia 6 tahun namun belum bisa membedakan nama-nama huruf dan susah menghafalkannya, maka perlu dilakukan pendekatan yang berbeda dalam mengajarinya. Semakin tinggi usia anak, maka semakin besar pula pemahamannya terhadap simbol. Jika anak mencapai usia 5 tahun dan belum mampu menyebutkan huruf-huruf dalam alphabet, masih bisa disebut wajar (normal) disebabkan pemahaman simbol anak di usia 5 tahun belum mencapai 100 %.

Para ahli berpendapat bahwa mempelajari apapun tidak masalah selama anak merasa senang. Jika anak-anak merasa bahagia selama mempelajari sesuatu, berapa pun usia mereka, maka mereka akan banyak menyerap ilmu. Namun jika anak merasa tertekan selama proses belajar, artinya proses pendekatan yang dilakukan tidak tepat.

Apa yang harus dilakukan jika proses pendekatan teryata tidak tepat?

- Ubah cara belajar
- Jangan memaksa anak, tunda proses belajar
- Lakukan tes kesiapan belajar setiap 4 bulan sekali untuk melihat perkembangannya.


APA YANG TERJADI JIKA ORANG TUA MEMAKSA ANAK YANG BELUM SIAP BELAJAR SIMBOL (HURUF/ANGKA)?

Anak yang belum siap belajar simbol (huruf/angka) akan menunjukkan perilaku berikut:

- Tidak mampu membedakan huruf dengan gambar (umumnya terjadi pada anak berusia 3 tahun ke bawah).
- Susah hafal (mudah lupa pada bentuk huruf dan namanya).
- Sudah diajak kerja sama.
- Tidak memahami pola suku kata.
- Bingung ketika melihat huruf.

Mari uji kesiapan anak belajar membaca dengan ABACA Flashcard

- Rata-rata anak usia 3 tahun ke bawah sulit membedakan huruf dengan gambar.

Ambil kartu “ba” ABACA Flashcard. Sodorkan pada anak. Jika anak menyebutkan suku kata “ba” dengan “balon”, lalu di lain waktu dia menyebut gambar balon dengan ‘ba” maka itu pertanda anak tidak mampu membedakan antara huruf dengan gambar atau belum siap belajar membaca.

- Jika anak belum mampu membedakan mana huruf dan mana gambar, berarti belum waktunya belajar huruf. Tapi masih tetap bisa bermain Abaca. Caranya, sodorkan kepada anak kartu “ba”. Lalu tanyakan kepada mereka, apakah itu huruf ataukah gambar. Biarkan anak menjawabnya sendiri. Dengan begitu anak akan belajar mana huruf dan mana yang termasuk gambar.

- Susah menghafal huruf dan namanya

Pada sebagian anak, mereka sudah mampu membedakan mana huruf dan mana gambar. Namun mereka sulit mengingat bentuk huruf. Menghadap anak dengan kendala tersebut, mari lakukan uji coba berikut. Tes kemampuan anak memahami warna dan bentuk, misal lingkaran, segitiga, dst. Anak yang kesulitan membedakan warna (primer dan kompleks) serta bentuk, akan mengalami kesulitan pula dalam membedakan huruf-huruf dalam alphabet. 

Sebab, alphabet melibatkan bentuk-bentuk yang lebih kompleks dan nama-nama yang kompleks pula. Jika ini terjadi, tunda dulu mengajari simbol (huruf/angka) jika Anda tidak cukup sabar mendampinginya.

- Susah diajak kerja sama

Ini biasanya terjadi pada anak usia 4 tahun ke bawah. Namun jika anak hanya ingin merubah alur game atau merengek minta reward, maka tidak ada masalah. Ikuti saja alur yang mereka inginkan. Inti dari metode ABACA Flashcard adalah bersenang-senang dengan anak.

- Tidak memahami pola suku kata

Saat anak telah hafal 5 huruf lalu huruf-huruf tersebut disusun menjadi kata dengan menjejerkan dua kartu, ternyata anak malah lupa dengan huruf yang telah dipelajari sebelumnya. Mengapa demikian? Ini terjadi karena di saat otaknya belum berkembang sempurna, anak dipaksa menghafal huruf tanpa memahaminya. Akibatnya, mereka tidak memahami apa yang dihafalkannya. Itulah sebabnya, orang tua wajib melakukan tes kesiapan sebelum mengajarkan simbol (huruf/angka) kepada anak.

Mengajari anak yang sudah siap belajar membaca akan jauh lebih mudah daripada yang belum siap. Agar hasil lebih optimal, anak-anak yang sudah siap belajar membaca memerlukan metode yang ramah otak. Sehingga proses belajar menjadi menyenangkan dan progressnya cepat.


BENARKAH MENGAJARI CALISTUNG SEJAK DINI BERBAHAYA BAGI ANAK?

Pakar-pakar perkembangan anak dan neurologist (pakar otak) serta ahli literasi Amerika memiliki pendapat bahwa anak-anak mulai bisa diajarkan membaca ketika otak mereka sudah cukup berkembang.

Amerika dan Inggris adalah negara maju yang menerapkan calistung (baca, tulis, hitung) usia 4 tahun. Seperti yang dikutip dari surat kabar terkemuka Amerika, Huffingtonpost, “Banyak ahli literasi dari Amerika yang berpendapat bahwa anak usia 4 atau 5 tahun sudah harus distimulasi dengan beberapa ‘building block of reading’ seperti huruf dan bunyinya.

Lantas apa yang melatarbelakangi sebuah opini publik tentang bahaya belajar calistung?

Apabila anak terforsir kemudian dunia bermainnya terampas, maka anak-anak akan depresi dan stress. Jika mereka mengalami kejadian seperti ini, maka pertumbuhan mereka akan terhambat. Para pakar berpendapat bahwa anak yang sedikit bermain bisa memunculkan sikap depresi dan kasar. Bahkan tidak hanya anak-anak saja yang bisa depresi, kita pun selaku orang dewasa jika kurang beristirahat maka bisa saja depresi. 

Anak-anak perlu istirahat, perlu lebih banyak bermain dan apabila kita memforsir anak-anak untuk belajar yang bersifat akademi seperti belajar calistung, maka hal itu akan menjadi masalah untuk mereka. Sehingga inilah yang melatarbelakangi isu tentang bahayanya calistung usia dini.

Orang-orang tersebut berasumsi bahwa dengan belajar calistung itu pasti bikin anak bete, mereka belum mengetahui bahwa bete tidaknya anak amat bergantung pada media yang digunakan, guru yang mengajar dan kesiapan anak.


PENELITIAN TENTANG OTAK ANAK

Pakar otak anak yang bernama Jaak Panksepp, Ph.D., Profesor Emiritus di Bowling Green University mengungkapkan bahwa permainan mempunyai dampak besar pada otak bagian depan, yaitu bagian yang menjadi kontrol diri.

Dr. Jaak Panksepp dan Nikki Gordon melakukan eksperimen terhadap beberapa tikus laboratorium. Beberapa tikus ini disimpan di ruang yang penuh dengan permainan, dan sebagian tikus lagi disimpan di ruang yang sama sekali tidak ada permainannya.

Mengapa Panksepp menggunakan sampel tikus sebagai obyek penelitian ini, mengapa bukan bayi atau anak-anak saja yang dijadikan obyek penelitian? Penelitian yang melibatkan anak beresiko menyebabkan anak tertekan. Dan hal ini sangat tidak etis. Jadi tidak ada penelitian calistung yang menjadikan anak sebagai obyek riset atau penelitian, sebab hal tersebut sangat tidak etis. Dan tentu saja para ilmuwan tidak akan tega melakukan hal ini.

Fakta lain menunjukkan, tikus ternyata memiliki 95% kesamaan genetika dengan manusia. Dalam tes medis seperti yang dikutip dalam www.livescience.com, secara genetik dan karakteristik perilaku, tikus ternyata memiliki banyak kemiripan dengan manusia dan berbagai gejala penyakit yang ada pada manusia bisa ditemukan pada tikus. 

Menurut Jenny Haliski, perwakilan dari National Institute of Health (NIH), tikus dan binatang pengerat lainnya sangat cocok dijadikan obyek penelitan dan dapat menjawab berbagai kasus (baik penyakit atau yang lainnya) yang terjadi pada manusia. Itulah salah satu sebab, mengapa para ilmuwan sering menggunakan tikus sebagai obyek penelitian.

Apa hasil dari penelitian Dr. Jaak Paanksepp dan Nikki Gordon?

Tikus yang berada di ruang yang tidak ada permainannya ternyata mengalami penundaan pertumbuhan dan kematangan otak. Otak bagian depan adalah yang bertanggung jawab untuk masalah kontrol diri telah mengalami kerusakan. Kabar baiknya, kerusakan otak ini tidaklah bersifat konstan atau permanen. Pada saat tikus-tikus laboratorium ini diberi permainan, maka kemudian otak bagian depan yang rusak, berangsur-angsur membaik dan akhirnya sembuh. (kondisi depresi atau tertekan dalam mempelajari apapun itu harus dihindari karena dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau kemunduran.) Permainan membuat anak semakin cerdas.


KESIMPULAN PENTING

Yang berbahaya sebenarnya bukan calistung. Melainkan minimnya permainan pada anak-anak sehingga berpotensi menyebabkan depresi atau stress. Tidak hanya anak-anak saja, orang dewasa pun bisa depresi atau stress saat mereka terus menerus bekerja, kurang istirahat, atau dalam kondisi tertekan. Jadi, permainan dan istirahat itu sangat penting.

Penelitian Dr. Jaak Paanksepp dan Niki Gordon menunjukkan bahwa permainan berdampak positif pada perkembangan otak depan. Kurangnya permainan pada anak berdampak pada penundaan kematangan otak. Oleh karena itu, rekomendasi bagi orang tua hendaknya memilihkan permainan yang ramah otak bagi anaknya agar perkembangan otaknya melaju pesat. 

Permainan yang bagus akan membuat anak kecanduan sehingga bisa mempercepat kematangan otaknya. Hasilnya, anak semakin pintar dan cerdas.

Permainan  yang bagus itu ada di ABACA Flashcard. Karena bersifat interaktif, melibatkan banyak indera, bersifat privat, dan mampu mengembangkan imajinasi anak. Permainan yang ada di ABACA Flashcard sangat relevan dan sesuai hasil riset Dr. Jaak Paanksepp dari Bowling Green State University. Permainan yang ada di ABACA Flashcard membuat anak kecanduan dan mampu menyembuhkan berbagai problem yang berkaitan dengan konsentrasi anak. Terbukti dari testimoni yang ada, bahwa anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) bisa berkonsentrasi dengan bermain ABACA Flashcard.

Itulah sebabnya, kita perlu membuat media yang tepat, yang tidak menjadikan anak tertekan pada saat mereka belajar simbol. Saat anak-anak tertekan pada proses belajarnya, mereka akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhannya. Ini berlaku pada semua hal. Termasuk dalam memilih sekolah. Di sekolah full day school yang memberikan sedikit kesempatan bagi anak beristirahat, potensi anak tertekan dan mengalami depresi sangat besar. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memilih sekolah dan media belajar yang tidak membuat anak tertekan dan tidak memberi beban berlebihan kepada anak.



ABACA FLASHCARD TIDAK DIJUAL DITOKO BUKU, DAPATKAN HANYA DI DISTRIBUTOR DAN AGEN RESMI.

Kami agen resmi ABACA Flashcard di Kota Semarang menyediakan berbagai Seri ABACA Flashcard sebagai media mainan edukasi yaitu mengajar anak membaca melalui permainan.

Apabila Anda ingin melihat produk beserta spesifikasinya, silahkan klik di sini

#terimakasihgoogle

Tidak ada komentar:

Posting Komentar