KAPAN
SEBAIKNYA MULAI BELAJAR MEMBACA DAN BERHITUNG (CALISTUNG)?
Sepuluh
pakar anak dari Universitas bergengsi Amerika Serikat, dua diantaranya adalah
Dr. Maryane Wolf (Director of Cognitive Neuroscience at Taft University) dan
Dr. Nonie Lesaux a Child Development Expert at The Harvard University)
berpendapat bahwa “membaca” hanya bisa dilakukan ketika otak anak sudah cukup
berkembang. Para pakar ini berpendapat bahwa anak-anak rata-rata belum bisa
diajari membaca sebelum mereka berusia 4 tahun.
Namun
demikian, beberapa anak bisa memulai membaca ketika usianya 3 tahun dan
sebagian ada yang berusia 2,5 tahun. Hanya saja, tidak berarti bahwa semua anak
bisa membaca pada usia tersebut. Menurut riset, rata-rata anak bisa membaca
pada usia 4 atau 5 tahun.
Menurut
Profesor Linda Lavine dari Cortland State University, New York, hasil riset
terhadap pemahaman simbol (huruf) anak usia 3 hingga 5 tahun dtemukan fakta
sebagai berikut:
-
Anak usia 3 tahun memahami simbol (huruf) 86 %
-
Anak usia 4 tahun memahami simbol (huruf) 92 %
-
Anak usia 5 tahun memahami simbol (huruf) 96 %
Bila
ada anak berusia 6 tahun namun belum bisa membedakan nama-nama huruf dan susah
menghafalkannya, maka perlu dilakukan pendekatan yang berbeda dalam
mengajarinya. Semakin tinggi usia anak, maka semakin besar pula pemahamannya terhadap
simbol. Jika anak mencapai usia 5 tahun dan belum mampu menyebutkan huruf-huruf
dalam alphabet, masih bisa disebut wajar (normal) disebabkan pemahaman simbol
anak di usia 5 tahun belum mencapai 100 %.
Para
ahli berpendapat bahwa mempelajari apapun tidak masalah selama anak merasa
senang. Jika anak-anak merasa bahagia selama mempelajari sesuatu, berapa pun
usia mereka, maka mereka akan banyak menyerap ilmu. Namun jika anak merasa
tertekan selama proses belajar, artinya proses pendekatan yang dilakukan tidak
tepat.
Apa
yang harus dilakukan jika proses pendekatan teryata tidak tepat?
- Ubah
cara belajar
-
Jangan memaksa anak, tunda proses belajar
-
Lakukan tes kesiapan belajar setiap 4 bulan sekali untuk melihat
perkembangannya.
APA
YANG TERJADI JIKA ORANG TUA MEMAKSA ANAK YANG BELUM SIAP BELAJAR SIMBOL
(HURUF/ANGKA)?
Anak
yang belum siap belajar simbol (huruf/angka) akan menunjukkan perilaku berikut:
- Tidak
mampu membedakan huruf dengan gambar (umumnya terjadi pada anak berusia 3 tahun
ke bawah).
- Susah
hafal (mudah lupa pada bentuk huruf dan namanya).
- Sudah
diajak kerja sama.
- Tidak
memahami pola suku kata.
-
Bingung ketika melihat huruf.
Mari
uji kesiapan anak belajar membaca dengan ABACA Flashcard
-
Rata-rata anak usia 3 tahun ke bawah sulit membedakan huruf dengan gambar.
Ambil
kartu “ba” ABACA Flashcard. Sodorkan pada anak. Jika anak menyebutkan suku kata
“ba” dengan “balon”, lalu di lain waktu dia menyebut gambar balon dengan ‘ba”
maka itu pertanda anak tidak mampu membedakan antara huruf dengan gambar atau
belum siap belajar membaca.
- Jika
anak belum mampu membedakan mana huruf dan mana gambar, berarti belum waktunya
belajar huruf. Tapi masih tetap bisa bermain Abaca. Caranya, sodorkan kepada
anak kartu “ba”. Lalu tanyakan kepada mereka, apakah itu huruf ataukah gambar.
Biarkan anak menjawabnya sendiri. Dengan begitu anak akan belajar mana huruf
dan mana yang termasuk gambar.
- Susah
menghafal huruf dan namanya
Pada
sebagian anak, mereka sudah mampu membedakan mana huruf dan mana gambar. Namun
mereka sulit mengingat bentuk huruf. Menghadap anak dengan kendala tersebut,
mari lakukan uji coba berikut. Tes kemampuan anak memahami warna dan bentuk,
misal lingkaran, segitiga, dst. Anak yang kesulitan membedakan warna (primer
dan kompleks) serta bentuk, akan mengalami kesulitan pula dalam membedakan
huruf-huruf dalam alphabet.
Sebab, alphabet melibatkan bentuk-bentuk yang lebih
kompleks dan nama-nama yang kompleks pula. Jika ini terjadi, tunda dulu
mengajari simbol (huruf/angka) jika Anda tidak cukup sabar mendampinginya.
-
Susah diajak kerja sama
Ini
biasanya terjadi pada anak usia 4 tahun ke bawah. Namun jika anak hanya ingin
merubah alur game atau merengek minta reward, maka tidak ada masalah. Ikuti
saja alur yang mereka inginkan. Inti dari metode ABACA Flashcard adalah
bersenang-senang dengan anak.
-
Tidak memahami pola suku kata
Saat
anak telah hafal 5 huruf lalu huruf-huruf tersebut disusun menjadi kata dengan
menjejerkan dua kartu, ternyata anak malah lupa dengan huruf yang telah
dipelajari sebelumnya. Mengapa demikian? Ini terjadi karena di saat otaknya
belum berkembang sempurna, anak dipaksa menghafal huruf tanpa memahaminya.
Akibatnya, mereka tidak memahami apa yang dihafalkannya. Itulah sebabnya, orang
tua wajib melakukan tes kesiapan sebelum mengajarkan simbol (huruf/angka)
kepada anak.
Mengajari
anak yang sudah siap belajar membaca akan jauh lebih mudah daripada yang belum
siap. Agar hasil lebih optimal, anak-anak yang sudah siap belajar membaca
memerlukan metode yang ramah otak. Sehingga proses belajar menjadi menyenangkan
dan progressnya cepat.
BENARKAH
MENGAJARI CALISTUNG SEJAK DINI BERBAHAYA BAGI ANAK?
Pakar-pakar
perkembangan anak dan neurologist (pakar otak) serta ahli literasi Amerika
memiliki pendapat bahwa anak-anak mulai bisa diajarkan membaca ketika otak
mereka sudah cukup berkembang.
Amerika
dan Inggris adalah negara maju yang menerapkan calistung (baca, tulis, hitung)
usia 4 tahun. Seperti yang dikutip dari surat kabar terkemuka Amerika,
Huffingtonpost, “Banyak ahli literasi dari Amerika yang berpendapat bahwa anak
usia 4 atau 5 tahun sudah harus distimulasi dengan beberapa ‘building block of
reading’ seperti huruf dan bunyinya.
Lantas
apa yang melatarbelakangi sebuah opini publik tentang bahaya belajar calistung?
Apabila
anak terforsir kemudian dunia bermainnya terampas, maka anak-anak akan depresi
dan stress. Jika mereka mengalami kejadian seperti ini, maka pertumbuhan mereka
akan terhambat. Para pakar berpendapat bahwa anak yang sedikit bermain bisa
memunculkan sikap depresi dan kasar. Bahkan tidak hanya anak-anak saja yang
bisa depresi, kita pun selaku orang dewasa jika kurang beristirahat maka bisa
saja depresi.
Anak-anak perlu istirahat, perlu lebih banyak bermain dan apabila
kita memforsir anak-anak untuk belajar yang bersifat akademi seperti belajar
calistung, maka hal itu akan menjadi masalah untuk mereka. Sehingga inilah yang
melatarbelakangi isu tentang bahayanya calistung usia dini.
Orang-orang
tersebut berasumsi bahwa dengan belajar calistung itu pasti bikin anak bete, mereka
belum mengetahui bahwa bete tidaknya anak amat bergantung pada media yang
digunakan, guru yang mengajar dan kesiapan anak.
PENELITIAN
TENTANG OTAK ANAK
Pakar
otak anak yang bernama Jaak Panksepp, Ph.D., Profesor Emiritus di Bowling Green
University mengungkapkan bahwa permainan mempunyai dampak besar pada otak
bagian depan, yaitu bagian yang menjadi kontrol diri.
Dr.
Jaak Panksepp dan Nikki Gordon melakukan eksperimen terhadap beberapa tikus
laboratorium. Beberapa tikus ini disimpan di ruang yang penuh dengan permainan,
dan sebagian tikus lagi disimpan di ruang yang sama sekali tidak ada
permainannya.
Mengapa
Panksepp menggunakan sampel tikus sebagai obyek penelitian ini, mengapa bukan
bayi atau anak-anak saja yang dijadikan obyek penelitian? Penelitian yang
melibatkan anak beresiko menyebabkan anak tertekan. Dan hal ini sangat tidak
etis. Jadi tidak ada penelitian calistung yang menjadikan anak sebagai obyek
riset atau penelitian, sebab hal tersebut sangat tidak etis. Dan tentu saja
para ilmuwan tidak akan tega melakukan hal ini.
Fakta
lain menunjukkan, tikus ternyata memiliki 95% kesamaan genetika dengan manusia.
Dalam tes medis seperti yang dikutip dalam www.livescience.com, secara genetik
dan karakteristik perilaku, tikus ternyata memiliki banyak kemiripan dengan
manusia dan berbagai gejala penyakit yang ada pada manusia bisa ditemukan pada
tikus.
Menurut Jenny Haliski, perwakilan dari National Institute of Health
(NIH), tikus dan binatang pengerat lainnya sangat cocok dijadikan obyek
penelitan dan dapat menjawab berbagai kasus (baik penyakit atau yang lainnya)
yang terjadi pada manusia. Itulah salah satu sebab, mengapa para ilmuwan sering
menggunakan tikus sebagai obyek penelitian.
Apa
hasil dari penelitian Dr. Jaak Paanksepp dan Nikki Gordon?
Tikus
yang berada di ruang yang tidak ada permainannya ternyata mengalami penundaan
pertumbuhan dan kematangan otak. Otak bagian depan adalah yang bertanggung
jawab untuk masalah kontrol diri telah mengalami kerusakan. Kabar baiknya,
kerusakan otak ini tidaklah bersifat konstan atau permanen. Pada saat
tikus-tikus laboratorium ini diberi permainan, maka kemudian otak bagian depan
yang rusak, berangsur-angsur membaik dan akhirnya sembuh. (kondisi depresi atau
tertekan dalam mempelajari apapun itu harus dihindari karena dapat menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan atau kemunduran.) Permainan membuat anak semakin
cerdas.
KESIMPULAN
PENTING
Yang
berbahaya sebenarnya bukan calistung. Melainkan minimnya permainan pada
anak-anak sehingga berpotensi menyebabkan depresi atau stress. Tidak hanya
anak-anak saja, orang dewasa pun bisa depresi atau stress saat mereka terus
menerus bekerja, kurang istirahat, atau dalam kondisi tertekan. Jadi, permainan
dan istirahat itu sangat penting.
Penelitian
Dr. Jaak Paanksepp dan Niki Gordon menunjukkan bahwa permainan berdampak
positif pada perkembangan otak depan. Kurangnya permainan pada anak berdampak
pada penundaan kematangan otak. Oleh karena itu, rekomendasi bagi orang tua
hendaknya memilihkan permainan yang ramah otak bagi anaknya agar perkembangan
otaknya melaju pesat.
Permainan yang bagus akan membuat anak kecanduan sehingga
bisa mempercepat kematangan otaknya. Hasilnya, anak semakin pintar dan cerdas.
Permainan yang bagus itu ada di ABACA Flashcard. Karena
bersifat interaktif, melibatkan banyak indera, bersifat privat, dan mampu
mengembangkan imajinasi anak. Permainan yang ada di ABACA Flashcard sangat
relevan dan sesuai hasil riset Dr. Jaak Paanksepp dari Bowling Green State
University. Permainan yang ada di ABACA Flashcard membuat anak kecanduan dan
mampu menyembuhkan berbagai problem yang berkaitan dengan konsentrasi anak.
Terbukti dari testimoni yang ada, bahwa anak Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) bisa berkonsentrasi dengan bermain ABACA Flashcard.
Itulah
sebabnya, kita perlu membuat media yang tepat, yang tidak menjadikan anak
tertekan pada saat mereka belajar simbol. Saat anak-anak tertekan pada proses
belajarnya, mereka akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhannya. Ini berlaku
pada semua hal. Termasuk dalam memilih sekolah. Di sekolah full day school yang
memberikan sedikit kesempatan bagi anak beristirahat, potensi anak tertekan dan
mengalami depresi sangat besar. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memilih
sekolah dan media belajar yang tidak membuat anak tertekan dan tidak memberi
beban berlebihan kepada anak.
ABACA FLASHCARD TIDAK DIJUAL DITOKO BUKU, DAPATKAN HANYA DI DISTRIBUTOR
DAN AGEN RESMI.
Kami agen resmi ABACA Flashcard di Kota Semarang menyediakan berbagai Seri ABACA Flashcard sebagai media mainan edukasi yaitu mengajar anak membaca melalui permainan.
Apabila Anda ingin melihat produk beserta spesifikasinya, silahkan klik di sini
#terimakasihgoogle
Tidak ada komentar:
Posting Komentar